(Drama
singkat; Natal ReMuDi-GOPt.A 2011)
“KARENA YESUS”
Cerita
ini diangkat dari kisah nyata yang ada disekitar kita. Sering kali kita terlalu
sibuk dengan pekerjaan dan berbagai akivitas kita yang lain sehingga kita lupa
untuk memuji memuliakan Tuhan. Jarang ikut
ibadah di gereja, kebaktian keluarga dan kegiatan-kegiatan gereja yang
lain. Menganggap sepele dan pikiran tidak mau tau, itulah yang menjadi budaya yang ada dlm pikiran kita
saat ini.
Sejenak
marilah kita ikuti drama singkat yang berjudul “Karena Yesus” dan menggambarkan
kehidupan kita sehari-hari, yang diperankan oleh:
Ø Nai Marsillam : Tiur Sirat
Ø Nai Padot : Dewi Napitupulu
Ø Datu : Antoni Aritonang
Ø Orang kuat : Darwin Baringin
Ø Peramal : Josua Manurung
Ø Pendeta : Marni Napitupulu
Ø Pemuda : Tonggo Simanjuntak
Sebelumnya
kami minta maaf jika ada nama dan tempat yang sama, karena itu hanya kebetulan
saja.
Bagaimana
jalan ceritanya, mari kita ikuti bersama-sama.
Adegan I
Narator : Di sebuah desa,tepatnya didaerah
Sidikalang -Dairi- Sumatra Utara ada seorang ibu yang bernama Nai.Marsillam.
ibu ini bekerja sebagai sekretaris di sebuah instansi pemerintahan setempat.
Selain itu, ibu ini juga bekerja sebagai tukang kredit barang-barang keluarga
untuk penghasilan sampingan. Sibuk dengan pekerjaan dan bisnis itulah keseharian
ibu ini, sehingga ia sangat jarang mengikuti kegiatan-kegiatan gereja.
Nai Padot : E… eda nai Marsillam, beta tu gareja,
ai nunga sae ho marhobas.
Nai Marsillam : Aduh eda, aku masih banyak kerjaan, ini
baru da orang yang mau mengorder barang, jadi ga sempat aku gereja, pergi
ajalah eda. Tapi nitip doa ya… hehe..
Nai Padot : Order, ordur, ordor,,,, songoni do
torus. Ndigan pe nuaeng tatapon mu joro ni Tuhan i. Hape I jolo jabum do
gareja. Toe ma molo songoni, laho ma ahu.
Narator : itulah gambaran keseharian dari ibu
Nai Marsillam. Walaupun hari minggu ia tidak pernah menyadarinya. Akibat dari
itu Nai Marsillam terlilit dosa yang sangat besar dan menjadi pergumulan bagi
ibu Nai Marsillam.
Adegan II
Nai Marsillam : huuuh.. apalah salah awak sampe dosa awak
besar seperti ini, pada hal besar-besarnya sumbangan awak kegereja. Kemanalah
awak untuk melepaskan dosa ini
Narator : itulah dosa yang harus ditanggung
oleh ibu nai Marsillam, sehingga di berfikir untuk melepaskan dosa-dosanya dengan
kekuatan-kekuatan dunia ini. Yang pertama sekali ia pergi ke seorang dukun
terkenal yang bernama Datu Pangullus di Dolok sanggul.
Datu : bah… apala aha inang umbaen na
ro hamu tu ingananhon, sian luat dia do hamu.
Nai Marsillam : begini amang datu, saya berasala dari sidikalang,
saya berniat untuk melepaskan dosa saya ini, sudah berulang kali saya mencoba
melepaskannya sendiri tetapi tidak bisa. Jadi saya minta bantuan amang datu.
Datu : Alai naleleng do huroa hamu di
Jakarta ate inang benna marbahasa Indonesia hamu. Hape parsidikalang do nian.
Nang pe songoni dosa muna on ta palua pe, na gampang mai
(dengan
jampi-jampinya datu pangullus berusaha melepaskan lilitan dosa yang ada di
tubuh ibu nai Marsillam, tetapi tidak bisa)
Ai akka aha do nueng dosa muna on
inang, dang boi tarpalua. Tu na asing ma hamu lao
Nai Marsillam : ai dia do da amang, iala martimus-timus
ilmu muna, hape paluon pe so boi. Toe ma molo songoni lao ma ahu..
Narator : Ibu Nai Marsillam kecewa karena
datu itu tidak bisa melepaskan dosanya. Sehingga ia berniat untuk mencoba ke
tempat lain. Ia kemudian mendatangi Sasana tinju di Siborong-borong karena dia
mendengar ada orang kuat (si sia gogo nina molo di hitaan) yang menjadi
harapannya untuk melepaskan dosanya.
Adegan III
Nai Marsillam : Permisi…
Orang kuat : Ya… nyari sipa buk???
Nai Marsillam : ini Pak. Saya mau minta bantuan bapak
untuk melepaskan dosa saya ini, saya dengar bapak seorang kuat. Jadi saya harap
bapak bisa membantu saya
Orang kuat : (dengan
gaya nya) jadi ibu datang kesini hanya untuk melepaskan dosa ini? Tapi
tidak apa-apa, akan saya bantu. (mencoba untuk melepasnya tetapi tidk bisa
juga)
Ai aha do dosa muna on inang, naung
marurat do huroa on, dang tapalua be. Tu
na asing ma hamu laho
Nai Marsillam :Ai dia do dah… anggo gaya muna sahira na
boi nama ribakon muna langit, on pe so boi tartarik muna. Lao ma ahu.
Narator : SAma halnya dengan datu pangullus,
orang kuat itu juga tidak bisa melepaskan dosa ibu Nai Marsillam. Di tengah
perjalanan ia mendengar ada seorang peramal terkenal di Garoga-Tarutung. Jadi
Ibu Nai Marsillam pergi kesana untuk menemuinya.
Adegan IV :
Nai
Marsillam : Horas amang…
Peramal : Horas inang, na mahua hamu, boasa
songon na gale-gale. Alai sian bohi muna hubereng nag gok dosa do hamu
Nai Marsillam : Ia Amang, sudah jauh perjalannaku hingga
sampe kesini. Saya berniat untuk melepaska dosa ini. Ke datu bahkan ke orang
kuat saya sudah datangi tetapi tidak ada yang bisa. Jadi saya minta bantuan
amang peramal.
Peramal : Oo… ai Garoga do on inang, marbahasa
batak ma hamu. Nang pe songoni anggo apala dosa muna ondo hu palua pe (dengan gaya nya mencoba untuk mlepaskannya
tetapi tidak bisa)
Dang tarpalua
be dosa muna on inang, nga marpahompu huroa dosa muna on.
Hamu pe antong nga sala, tu son do hamu
ro palua dosa, ikon tu pandita nama hamu lao.
Nai Marsillam : O ido ate, na nirimpu do boi hamu amang,
hape meramal akka jolma na male boi do hamu. Apala palua dosa onpe so boi hamu.
Molo songoni Lao ma ahu.
Narator : Demikianlah perjalanan Ibu Nai
Marsillam, dari Dukun, ke orang kuat sampai ke peramal dia mencoba melepaskan
dosa-dosanya tetapi tidak bisa. Di tengah perjalanan dia teringat akan perkataan
peramal yang menyuruhnya pergi ke Pendeta. Kebetulan dia mempunyai kenalan
seorang Pendeta boru Simare-mare yang berasal dari kampungnya bertugas di Pearaja
Tarutung. Jadi dia menemuinnya.
Adegan V
Pendeta : bah na ro do hamu namboru, tumben
hamu ro tu bagas nami on, apala ahama na penting.
Nai Marsillam : Jalan ceritanya panjang inang, langsung ke
intinya saja aku jelaskan. Aku sudah mulai dari Dolok sanggul, ke
Siborong-borong sampai ke Garoga untuk melepaskan dosa ku ini. Tetapi dukun,
orang kuat bahkan peramal yang aku temui disana tidak ada yag bisa melepaskannya.
Jadi aku memutuskan datang ke Inang Pendeta.
Pendeta : Alai sai tong dope mentel hamu ate
namboru, anggo bahasa Indonesia i tetap, Hape i Tarutung do nian hitaon. Songonon
do namboru, manang aha pe na tataon i, ikon tu Tuhan ido pasahaton ta, dang tu
akka datu hita lao. Alana hita halak Kristen dang si porseaonta na songoni.
Beta rap martangiang ma hita anggiat boi malua dosa muna on (berdoa bersma sejenak, kemudian Pendeta
berusaha melepaskan dosa ibu nai Marsillam tetapi tidak bisa juga)
Dang boi namboru tarpalua ahu dosa
muna on, ikkon hamuna sandiri do ro tu Tuhan i asa boi malua dosa muna on.
Nai Marsillam : Toe ma molo songoni inang, anggo so boi be,
ba mulak ma au tu Sidikalang, mauliate ma di hamu.
Narator : Demikian juga Pendeta tidak bisa
melepaskan dosa ibu Nai Marsillam. Sehinga dia memutuskan untuk pulang ke huta
hatubuan Sidikalang.
Setelah ibu Nai Marsillam sampai di
Sidikalang, saat melintasi Gereja yang ada di dekat rumahnya dia melihat
seorang anak muda yang sedang menyanyi sambil main gitar.
Adegan VI
Pemuda main
gitar, sambil menyanyikan lagu natal
Nai Marsillam : (Berdoa
sampai lagu natal habis, kemudian melepaskan sendiri lilitan dosanya)
Narator : Demikian jugalah dengan kita,
sering kali kita berusaha ingin melepaskan pergumulan kita dengan cara hal-hal
yang bersifat duniawi. Pada hal itu sangat di benci oleh Tuhan. Demikianlah
jalan cerita ibu Nai Marsillam untuk melepaskan dosanya.
Semoga kedepannya kita beisa lebih
menyerahkan kehidupan kita kepada Tuhan.
Salammm………………
Sutradara
; Tonggo ;)